Ketika saya masih remaja, jangankan punya pacar, dibilang suka sama lawan jenis saja saya sudah sangat malu. Pikiran saya lebih banyak membayangkan bagaimana menjadi seorang anggota Power Rangers yang selalu berjuang membela kaum yang lemah, daripada berpikir berduaan dengan seorang wanita.

Belakangan ini saya merasa sedikit khawatir, dengan melihat kondisi anak anak, dan remaja saat ini. Ada muncul suatu kebudayaan baru, yang mulai dianggap biasa tapi sebenarnya sangat berbahaya.

Saya meliat anak anak SD sudah mulai mengenal istilah pacaran dan bahkan patah hati, apalagi SMP dan SMA, jangan Tanya deh, sudah lebih hebat dari orang dewasa.

Di sisi yang lain, pada tahun 2011, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mencatatkan bahwa terdapat 7000 anak anak yang bermasalah dengan hukum. Wah, apa jadinya bangsa ini di masa mendatang?

Tahun 2016, kita dikejutkan dengan fenomena seorang guru yang dipenjarakan karena mencubit siswa. Wah, nampaknya makin seru saja penyakit bangsa ini. Hehehehe :D :D :D
Kondisi ini tentu tidak terjadi begitu saja tanpa disertai alasan penyebab. Beberapa kalangan, menganggap mayoritas penyebab masalah ini datang dari perkembangan technology yang salah manfaat, dan bahkan beberapa kalangan lagi mengkambing hitamkan system pendidikan di sekolah.

Beberapa kalangan berpendapat, bahwa Indonesia memang dengan sengaja di setting agar tetap bodoh ...... aduh ini pendapat makin parah lagi hehehehe :D :D :D

Menurut pakar pendidikan, William Bennett keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Ini artinya, jika keluarga mampu menjadi sumber pendidikan yang paling utama maka segala bentuk pengaruh negative dari luar, akan mampu diatasi oleh anak.

Jadi, tidak perlu terlalu menyalahkan pengaruh lingkungan yang sulit di control, karena sebenarnya pendidikan dari keluargapun, kita sudah gagal.

Lalu mengapa saya katakan pendidikan dari keluarga sudah gagal?
Praktek Emansipasi salah kaprah adalah salah satu penyebab. Pemaknaan tentang emansipasi wanita, menyebabkan peran wanita dalam rumah tangga dalam membimbing anak semakin berkurang, karena kesibukan dalam berkarir bahkan dalam mencari uang. Seorang ibu, sudah terlalu sibuk dengan kegiatan diluar rumah, sehingga pendidikan utama untuk anak diabaikan.

Ada juga yang menitipkan anak kepada pembantu atau baby sitter, ya wajar saja kalau mental dan perilaku anak seperti seorang pembantu, karena banyak waktunya dihabiskan dengan pembantu, bukan orang tua.

Kemudian, seorang guru berusaha mendidik anak dengan menghukum melalui cubitan, ironisnya, sang guru malah dipidanakan. :D :D :D

Jadi, kurangnya pendidikan dalam keluarga, akan melahirkan, penjahat penjahat baru dalam bangsa ini, perampok, pecandu narkoba, dan pemerkosa. Hehehehe terlalu kasar ya???

Cintailah Indonesia, melaui cinta terhadap kebutuhan psikologis anak..... karena masa depan bangsa ini ditentukan oleh seorang ayah dan ibu, bukan guru atau polisi....

SALAM ATE TEDEH,

KAOHSIUNG, TAIWAN
:D :D :D